Jumat, 22 Mei 2015

penyimpangan sosial




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pranata dan penyimpangan sosial merupakan satu kesatuan dalam suatu prilaku sosial dalam lingkungan masyarakat, sekolah, maupun lapangan kerja sekalipun. Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun.

1.2  Rumusan Masalah
Makalah ini mempunyai beberapa masalah, diantaranya :
A.    Bagaimanakah bentuk dari hubungan sosial?
B.     Bagaimanakah pranata sosial dalam kehidupan masyarakat?
C.     Bagaimanakah pengendalian dan penyimpangan sosial?

1.3  Tujuan Penulis
Makalah ini mempunyai tujuan, diantaranya :
A.    Mengetahui bentuk dari hubungan sosial
B.     Mengetahui pranata dalam kehidupan masyarakat
C.     Mengetahui pengendalian dan penyimpangan sosial


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Hubungan Sosial
Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun.

1.      Bentuk-Bentuk Hubungan Sosial Asosiatif
Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk berikut ini.


- Kerja sama
Kerja sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan masingmasing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi. Kerja sama dapat terjalin semakin kuat jika dalam melakukan kerja sama tersebut terdapat kekuatan dari luar yang mengancam. Ancaman dari pihak luar ini akan menumbuhkan semangat yang lebih besar karena selain para pelaku kerja sama akan berusaha mempertahankan eksistensinya, mereka juga sekaligus berupaya mencapai tujuan bersama. Kerja sama dapat dibedakan atas beberapa bentuk, berikut ini.
1)      Kerukunan; merupakan bentuk kerja sama yang paling sederhana dan mudah diwujudkan dalam kehidupan.[1] bermasyarakat. Bentuk kerukunan, misalnya kegiatan gotong royong, musyawarah, dan tolong menolong. Contohnya gotongroyong membangun rumah, menolong
korban becana, musyawarah dalam memilih kepanitiaan suatu acara di lingkungan RT.
2)      Bargaining; merupakan bentuk kerja sama yang dihasilkan melalui proses tawar menawar atau kompromi antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan. Bentuk kerja sama ini pada umumnya dilakukan di bidang perdagangan atau jasa. Contohnya kegiatan tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kegiatan perdagangan.
3)      Kooptasi (cooptation); proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik suatu organisasi agar tidak terjadi keguncangan atau perpecahan di tubuh organisasi tersebut. Contohnya pemerintah akhirnya menyetujui penerapan hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam yang semula masih pro kontra, untuk mencegah disintegrasi bangsa.
4)      Koalisi (coalition); yaitu kombinasi antara dua pihak atau lebih yang bertujuan sama. Contohnya koalisi antara dua partai politik dalam mengusung tokoh yang dicalonkan dalam pilkada.
5)      Joint venture; yaitu kerja sama antara pihak asing dengan pihak setempat dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu. Contohnya kerjasama antara PT Exxon mobil Co.LTD dengan PT Pertamina dalam mengelola proyek penambangan minyak di Blok Cepu.
-          Akomodasi
Dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi antarindividu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
-          Asimilasi
Adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, lambat laun kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membeda-bedakan antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru. Proses ini ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang ada.
-          Akulturasi
Adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Contohnya akulturasi antara budaya Hindu dan Islam yang tampak pada seni arsitektur masjid Kudus.

2.      Bentuk-Bentuk Hubungan Sosial Disosiatif
-          Persaingan; adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam usahanya mencapai keuntungan tertentu tanpa adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku. Contohnya persaingan antarperusahaan telekomunikasi atau provider dalam menyediakan pelayanan tarif murah pulsa.
-          Kontravensi; merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-unsur budaya kelompok lain. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, namun tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontravensi, misalnya berupa perbuatan menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan intimidasi. Contohnya demontrasi yang dilakukan elemen masyarakat untuk menghalangi atau menolak kenaikan BBM
-          Pertentangan/Perselisihan; adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok menantang pihak lawan dengan ancaman dan atau kekerasan untuk mencapai suatu tujuan. Contohnya pertentangan antara golongan muda dengan golongan tua dalam menentukan waktu pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun 1945.

3.      Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Hubungan Sosial (Arti dan Contoh)

Faktor-faktor terjadinnya hubungan sosial berikut arti dan contohnya :

1.      Faktor Internal, yaitu faktor dari dalam diri seseorang, contoh
-          Keinginan untuk meneruskan keturunan melalui perkawinan
-          Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup
-          Keinginan untuk mempertahankan hidup
-          Keinginan untuk melakukan komunikasi
2.       Faktor Eksternal, yaitu faktor dari luar diri seseorang, contoh :
-          Simpati, adalah suatu sikap tertarik kepada orang lain karena suatu hal
contoh: kita akan merasakan kesedihan yang dirasakan oleh korban bencana alam
-          Empati, adalah rasa haru/iba dalam diri seseorang yang mendasari orang melakukan perbuatan. contoh: membantu meringankan penderitaan korban bencana alam
-          Sugesti, adalah kepercayaan yang sangat mendalam dari seseorang kepada orang lain
-          Imitasi, adalah dorongan untuk meniru sesuatu yang ada pada orang lain
contoh: meniru mode rambut artis idola
-          Identitas, adalah dorongan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain
contoh: pakaian seragam yang digunakan di sekolah

4.      Dampak Positif dan Negatif Setelah Terjalin Hubungan Sosial
Dampak Positif :
1.      Dapat membantu memecahkan kesulitan dalam kehidupan
2.      Dapat memenuhu kebutuhan hidup.
3.      Terbentuknya solidaritas individu-individu yang ada di masyarakat
4.      Tindakan seseorang akan bertambah luas
Dampak Negatif :
1.      Jika salah paham dapat terjadi pertentangan atau perkelahian
2.      Persaingan tidak sehat
3.      Terjadinya asimilasi
4.       Terjadinya akulturasi negatif


2.2  Pranata Sosial dalam kehidupan masyarakat
1.      Pengertian Pranata Sosial
Pranata sosial berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu social institution. Menurut Koentjaraningrat, pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakukan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Beberapa ahli sosiologi menjermahkan pranata sosial dengan istilah yang berbeda-beda. Ada yang mengemukakan lembaga kemasyarakatan, bangunan sosial, ataupun lembaga sosial.[2]
Berikut pranata sosial menurut beberapa ahli :
a.       Koentjaraningrat
Lembaga sosial atau pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas khusus dalam kehidupan masyarakat. Pengertian ini menekankan pada sistem tata kelakukan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan (dalam buku Pengantar Sosiologi).
b.      Bruce J. Cohen
Pranata sosial adalah sistem pola-pola sosial yang tersusun rapi dan relatif bersifat permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat (dalam buku Sosiologi : Suatu Pengantar-Terjemahan).
c.       Mac Iver dan Page
Pranata sosial adalah tata cara dan prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang berkelompok dalam suatu kelompok masyarakat (dalam buku A Text Book of Sociology).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat juga disimpulkan pengertian sosiologis bahwa lembaga sosial adalah sistem norma untuk mencapai tujuan tertentu yang oleh masyarakat dianggap penting. Sistem norma tersebut meliputi gagasan, aturan, tata cara kegiatan, dan ketentuan sanksi. Di dalam perkembangannya, norma-norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai kebutuhan manusia. Misalnya, kebutuhan akan pencaharian hidup menimbulkan lembaga pertanian, dan industri. Kebutuhan akan pendidikan menciptakan sekolah dan pesantren. Kebutuhan jasmaniah manusia menimbulkan olahraga dan pemeliharaan kesehatan.
Pranata sosial adalah sistem norma yang berlaku di masyarakat untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dianggap penting. Dalam sistem norma terkandung ketentuan sanksi (reward system). Pranata sosial tidak terbentuk secara tiba-tiba, tetapi melalui proses yang panjang. Proses pertumbuhan lembaga kemasyarakatan terkait dengan norma-norma masyarakat dan sistem pengendalian sosial (social control). Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga (institusionalized) apabila norma tersebut memenuhi tahapan-tahapan diketahui, dipahami atau dimengerti, ditaati, dan dihargai oleh masyarakat.
2.      FUNGSI PRANATA SOSIAL
Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, pada dasarnya mempunyai beberapa peran dan fungsi sebagai berikut
-          Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat.
-          Menjaga keutuhan masyarakat.
-          Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
3.      JENIS-JENIS PRANATA SOSIAL
Dalam kehidupan masyarakat, banyak sekali terdapat pranata sosial. Penganekaragaman pranata-pranata sosial tersebut berbeda-beda antara orang satu dengan yang Iainnya. Menurut Koentjarainingrat, ada delapan macam pranata sosial, yaitu sebagai berikut.
-          Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, misalnya keluarga.
-          Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mata pencaharian, misalnya pertanian.
-          Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan, misalnya TK, SD, SMP, dan SMA.
-          Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, misalnya i1mu pengetahuan.
-          Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan rohanil batiniah dalam menyatakan rasa keindahan dan rekreasi, misalnya seni rupa, seni lukis.
-          Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib, misalnya masjid, gereja, pura, wihara.
-          Pranata sosial yangbertujuan memenuhi kebutuhan untuk mengatur kehidupan berkelompk-kelompok/bernegara, misalnya pemerintahan, partai politik.
-          Pranata sosial yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmani rnanusia, misalnya pemeliharaan kesehatan dan kecantikan.
2.3  Pengendalian dan Penyimpangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama orang lain. Dalam hidup bersama, tentu seorang manusia tidak dapat bertindak seenaknya. Norma meletakkan pedoman dasar bagaimana manusia memainkan perannya dan bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya. Akan tetapi sering terjadi norma-norma itu tidak diindahkan. Terjadi berbagai penyimpangan sosial. Akibatnya, timbul kekacauan dalam masyarakat.
Pengendalian sosial (social control) merupakan proses yang bertujuan agar masyarakat mematuhi norma dan nilai sosial yang ada dalam masyarakatnya. Dengan pengendalian sosial, terciptalah masyarakat yang teratur. Di dalam masyarakat yang teratur, setiap warganya menjalankan peran sesuai dengan harapan masyarakat.[3]
1.      JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL

Pengendalian sosial (social control) adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi norma dan nilai yang berlaku.
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarakat mematuhi norma-norma sosial. Untuk itu ada beberapa jenis pengendalian. Penjenisan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang melihat pengawasan tersebut.

1.      Pengendalian Preventif, Represif, dan Gabungan
Menurut sifat dan tujuannya, ada tiga jenis pengendalian, yakni pengendalian preventif, represif, dan gabungan antara keduanya (preventif-represif).
a. Pengendalian preventif
Merupakan usaha pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum terjadi penyimpangan. Untuk menghindari kemungkinan agar tidak sampai terjadi tindakan menyimpang, perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin. Usaha-usaha pengendalian preventif dapat dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga dan masyarakat (informal) dan pendidikan di sekolah (formal). Contoh-contoh pengendalian yang bersifat preventif ialah menanamkan sopan santun, tata krama, ketertiban dan disiplin melalui bimbingan, pengarahan, dan ajakan.
    b. Pengendalian represif
Berfungsi untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku menyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula perlu diadakan pemulihan. Pengendalian yang diadakan setelah terjadi pelanggaran disebut pengendalian represif. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma norma sosial. Misalnya kepada siswa yang melanggar peraturan sekolah dikenai sanksi agar ketertiban sekolah terjaga dan si pelanggar tidak mengulangi perbuatannya. 

c. Pengendalian sosial gabungan
Merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma
sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan, kalaupun terjadi, penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang lain yang dilibatkan. Usaha ini dapat dilakukan lebih dari satu kali, yaitu tindakan pencegahan sebelum seseorang melakukan penyimpangan dan selanjutnya tindakan pengendalian setelah orang itu melakukan penyimpangan. Jadi, usaha pengendalian pertama dan kedua saling terkait (terpadu). Misalnya, untuk mengawasi agar siswa tidak bolos pada jam pelajaran, sekolah memberlakukan piket (preventif). Walaupun sudah dicegah, ternyata masih ada siswa yang bolos. Untuk mengembalikan ketertiban (tidak bolos) akibat perbuatan tersebut, dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku (represif).

2. Pengendalian Resmi dan Tidak Resmi
a. Pengendalian resmi (formal)
Ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama. Badan resmi kenegaraan mengawasi sejauh mana kepatuhan masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara, seperti undang-undang dasar negara, ketetapan-ketetapan resmi negara, keputusan-keputusan resmi negara, pelaksanaan hokum pidana dan hukum perdata. Cara-cara pengendalian (pengawasan) diatur dengan peraturanperaturan resmi. Lembaga-lembaga yang bertugas untuk ini adalah kepolisian, kejaksaan, dan pengurus keagamaan.

b. Pengendalian tidak resmi (informal)
Dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat. Petugaspetugas pengawasan pun tidak diangkat secara resmi, tetapi hanya disepakati oleh satuansatuan budaya yang ada di masyarakat. Meski demikian, tidak berarti bahwa keefektifan pengawasan menjadi berkurang karena pengawasan tidak resmi menjadi lebih halus dan spontan, namun pengaruhnya seringkali lebih tajam dan hasilnya lebih besar (efektif). Contohnya seperti yang dilakukan oleh asrama, keluarga, RT, paguyuban, agama, dan sebagainya. Pemimpin kelompok cukup efektif dalam mencegah terjadinya penyelewengan dan menghindari masuknya pola-pola kelakuan yang kurang sesuai dengan pola kehidupan kelompok.

3. Pengendalian Institusional dan Pengendalian Berpribadi
a. Pengendalian institusional
Ialah pengaruh suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kaidah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga tetapi juga anggota masyarakat yang ada di luar lembaga tersebut. Misalnya, di suatu daerah terdapat sebuah lembaga pesantren yang mengelola sejumlah besar santri yang tinggal di dalam pondok itu. Pengaruh pesantren tidak terbatas hanya pada santri, tetapi juga penduduk di luar lingkungan pesantren.

b. Pengendalian berpribadi
Ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu yang sudah dikenal luas. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal. Dalam pengawasan institusional sulit diketahui dari siapa pengaruh itu datang. Sebaliknya, dalam pengawasan berpribadi mudah diketahui siapa pengontrolnya.

2 Peran Lembaga Pengendalian Sosial
Dalam pengendalian sosial, lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat cukup berperan. Lembaga-lembaga yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai peran sebagai berikut.
  1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah yang mereka temui di dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan.
  2. Menjaga keutuhan masyarakat.
  3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Maksudnya, sistem pengawasan masayarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Lembaga masyarakat yang bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri menurut Gillin dan Gillin disebut fegulaiipe institutions. Contohnya adalah kejaksaan dan pengadilan. Dalam melaksanakan fungsi ini, kejaksaan dan pengadilan dibantu oleh pihak kepolisian. Polisi sebagai aparat negara memiliki tugas untuk menjaga dan memelihara ketertiban serta mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang yang melanggar hukum di dalam masyarakat. Peran kepolisian tidak hanya mencegah, tetapi juga menangkap, menyidik dan menyerahkan pelaku ke pihak kejaksaan untuk diteruskan ke pengadilan.bentuk-bentuk pengendalian sosial, Pengertian pengendalian sosial, sifat pengendalian sosial, cara pengendalian sosial











BAB IV
PENUTUP
4.1.         Simpulan
Pranata dan penyimpangan sosial merupakan satu kesatuan dalam suatu prilaku sosial dalam lingkungan masyarakat, sekolah, maupun lapangan kerja sekalipun. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama orang lain. Dalam hidup bersama, tentu seorang manusia tidak dapat bertindak seenaknya. Norma meletakkan pedoman dasar bagaimana manusia memainkan perannya dan bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya.
4.2.         Saran
ketika pranata dan penyimpangan sosial merupakan satu kesatuan prilaku di masyarakat, hendaknya di jaga untuk menjaga dan memelihara ketertiban serta mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang yang melanggar hukum di dalam masyarakat.
           









DAFTAR PUSTAKA
Ø  Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi, Jakarta : FEUI.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar